Apa itu enzim? enzim merupakan sekelompok protein yang
mempunyai fungsi sebagai katalisator. Katalisator adalah senyawa yang
mempercepat terjadinya reaksi. Ikut dalam reaksi tetapi tidak ikut bereaksi dan
tidak merubah Keq (konstanta equivalen).
Berikut
ini adalah beberapa sifat enzim:
1. Enzim bisa menggumpal dalam suhu
tinggi, mudah terpengaruh asam basa, sebagaimana sifat protein pada umumnya.
2. Enzim mudah rusak oleh suhu
panas yang tinggi, biasanya pada suhu 50 derajat celcius. Enzim yang rusak tidak
bisa berfungsi lagi.
3. Enzim dapat bekerja
berulang-ulang.
4. Sebagian enzim bekerja di dalam
sel (endoenzim) dan sebagian lagi bekerja di luar sel (ektoenzim).
5. Sebagian besar enzim bekerja
dalam reaksi satu arah dan beberapa diantaranya dalam jumlah sedikit, bekerja
dalam reaksi bolak-balik.
6. Satu jenis enzim hanya bisa
mempengaruhi reaksi tertentu.
7.
Untuk mengaktifasi dirinya, enzim memerlukan kofaktor.
8. Enzim bekerja dipengaruhi oleh
suhu, pH, dan inhibitor atau penghambat enzim.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim, yaitu :
1. Konsentrasi enzim
Pada suatu konsentrasi substrat tertentu,
kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
2. Konsentarsi Substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan
konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak
terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar.
3. Suhu
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung
lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat.
Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi, sehingga bagian aktif enzim akan
terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan
kecepatan reaksinya pun menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses
denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi. Namun kenaikan suhu pada saat
terjadinya denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Oleh karena ada dua
pengaruh yang berlawanan, maka akan terjadi suatu titik optimum, yaitu suhu
yang paling tepat bagi suatu proses reaksi yang menggunakan enzim tersebut.
4. Pengaruh pH
Struktur ion enzim tergantung pada pH
lingkungan. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negative atau ion bermuatan
ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh
terhadap efektifitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim
substrat. Tinggi rendahnya pH juga dapat menyebabkan denaturasi yang dapat
menurunkan aktifitas enzim, sehingga diperlukan suatu pH optimum yang dapat
menyebabkan kecepatan reaksi enzim yang paling tinggi.
5. Pengaruh Inhibitor
Molekul atau ion yang dapat menghambat
reaksi pembentukan kompleks enzim-substrat disebut inhibitor.
Peningkatan
reaksi kimia dipengaruhi oleh peningkatan suhu (misalnya: kopi ditambah gula
dikasih air panas kopi dan gula akan larut tetapi jika dikasih air dingin maka
kopi dan gula tidak larut. Mengapa? karena dengan peningkatan suhu yang berubah
adalah energi kinetik/ energi gerak). Peningkatan reaksi kimia juga dipengaruhi
oleh katalisator yang merubah energi aktivasi tetapi tidak merubah ∆G.
Kekhususan
enzim ada 2, yaitu absolut (spesifik) dan relatif. Absolut atau spesifik yaitu
1 enzim yang hanya bisa mereaksikan 1 substrat, contohnya enzim glukokinase
yang hanya untuk substrat glukosa. Relatif yaitu 1 enzim yang bisa mereaksikan
beberapa substrat, contohnya enzim hexokinase yang bisa mereaksikan glukosa dan
fruktosa. Kekhususan tergantung sifat ikatan enzim dengan substrat, sifat gugus
katalitik, kofaktor organik, ion logam, bentuk komplementer, muatan listrik,
sifat hidrofilik/ hidrofobik dari enzim maupun substrat.
Salah
satu ciri khas enzim adalah cara bekerjanya secara spesifik. Artinya,enzim hanya dapat bekerja pada
substrat tertentu. Bagaimana cara kerja enzim? Adadua teori yang menjelaskan tentang cara kerja enzim sebagai
berikut:
1. Lock
and Key Theory (Model Gembok dan Kunci)
Dikemukakan
oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil yang dapat mengikat substrat
(ibaratnya lubang pada gembok tempat
memasukkan kunci). Bagian enzim yang dapat berikatan dengan substrat
disebut sisi aktif. Substrat diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi
aktif enzim.
2. Induced Fit
Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Sisi aktif enzim
bersifat fleksibel sehingga dapat berubah bentuk menyesuaikan bentuk
substrat.
Dari kedua teori tersebut, yang paling benar tentang cara
kerja enzim adalah teorikedua, Induced
Fit Theory, di mana enzim tersebut bersifat fleksibel dan dapat berubah sesuai
bentuk substrat atau menyesuaikan dengan bentuk substrat.
Nomenklatur yang mula-mula digunakan
sangat sederhana, yaitu dengan mencantumkan akhiran -ase pada nama substrat
dimana enzim itu bekerja. Misalnya proteinase yaitu enzim yang bekerja pada
protein, lipase yang bekerja pada lipid, dsb. Ada pula yang mencantumkan
akhiran -ase pada jenis reaksinya, misal oksidase yaitu enzim yang bereaksi
secara oksidasi, reduktase yaitu enzim yang bereaksi secara reduksi. Namun
kesemuanya masih memberikan kesimpangsiuran atau kurang tepatnya nomenklatur
enzim, sehingga IUB (International Union of Biochemistry) menganut satu aturan
kode dengan cara membagi enzim ke dalam enam kelas, yaitu:
1. Oksidoreduktase: enzim yang mengkatalisis reaksi
oksidasi-reduksi antara dua substrat.
Stered + S’teroks Steroks +
S’tered
2. Transferase: mentransfer substrat untuk pemindahan gugus
(selain H) antara sepasang substrat.
S—G + S’ S’—G + S
3. Hidrolase: enzim pemotong secara hidrolisis. Mengkatalisis
pemecahan hidrolitik dari C—C, C—N, C—O, P—O
4. Liase: enzim pemotong tetapi tidak dengan cara
hidrolisis. Ciri lain yaitu menghasilkan senyawa ikatan rangkap.
5. Isomerase: mengkatalisis perubahan
struktural atau geometrik karena senyawanya bentuknya 3 dimensi.
6. Ligase: mengikat 2 substrat dengan menggunakan energi.
Suatu enzim untuk mengkatalisis
suatu reaksi bisa meminta bantuan oleh senyawa-senyawa di luar enzim.
Telah dijelaskan bahwa ada aktivator enzim dan inhibitor enzim. Contoh
aktivator yang pertama adalah prosthetic group. Prosthetic group ini pada
suatu senyawa punya ikatan erat dan stabil dalam enzim. Jadi ketika enzim itu
dibuat atau diproduksi di pabriknya prosthetic grup ini sudah melekat, jadi
udah termasuk komponen. Dan prosthetic group sudah harus ada. Prosthetic group
terdiri dari vitamin B komplek yaitu B6, B1, ion-ion logam (ex: magnesium). Jika
prosthetic group tersusun dari ion logam maka enzimnya disebut sebagai metallo
enzim. Lalu apa bedanya dgn kofaktor apa? Kofaktor juga berupa ion-ion
logam (metal activated enzime)? Bedanya yaitu ketika enzim itu di produksi atau
dibuat, kofaktornya tidak ikut. Kofaktor dipanggil saat mulai mengkatalisis suatu
reaksi atau istilahnya hanya dipanggil saat diperlukan saja. Oleh karena itu
disebut metal activated enzime.
KOFAKTOR
-
Ikatan bersifat
sementara, tdk sekuat prostetic group
-
Bisa berikatan
dg enzim atau substrat (ATP)
-
Terbanyak
berupa ion-ion logam (“metal-activated enzyme”)
Contoh aktifator kedua adalah
koenzim. Koenzim ini tidak aktif pd reaksi, tetapi aktif pada proses distribusi.
Fungsinya untuk mempercepat distribusi atau sebagai transport/ kendaraan, example:
distribusi substrat, distribusi produk, dsb. Koenzim ini juga terdiri dari vitamin
B terdiri dari vitamin B6, B1, biotin, dsb.
Beberapa koenzim mempunyai struktur yang
mirip dengan vitamin bahkan menjadi bagian dari molekul vitamin tersebut.
Hubungan antara vitamin dengan koenzim tamapak pada contoh berikut :
1. Niasin, merupakan
nama vitamin yang berupa molekul nikotinamida atau asam nikotinat. Molekul
nikotinamida terdapat sebagai bagian dari molekul NAD+, NADP+. Kekurangan niasin
akan mengakibatkan pellagra pada manusia.
2. Molekul riboflavin
atau vitamin B2 terdiri atas D ribitol yang terikat pada cincin issoaloksazon
yang tersubstitusi. Vitamin ini dikenal sebagai faktor pertumbuhan. Molekul
riboflavin merupakan bagian dari molekul FAD.
3. Asam lipoat adalah
suatu vitamin yang juga merupakan faktor pertumbuhan dan terdapat dalam hati.
Asam ini terdapat dalam dua bentuk teroksidasi dan tereduksi, berfungsi sebagai
kofaktor pada enzim piruvat dehidrogenase dan ketoglutarat dehidrogenase,
berperan dalam reaksi pemisahan gugus asil.
4. Biotin adalah
vitamin yang terdapat dalam hati dan berikatan dengan suatu protein. Biotin
berfungsi sebagai koenzim dalam reaksi karboksilasi.
5. Tiamin atau vitamin
B1 umumnya terdapat dalam keadaan bebas dalam beras atau
gandum. Kekurangan vitamin B1 akan mengakibatkan penyakit beri-beri. Koenzim yang berasal dari vitamin
B1 ialah tiaminifosfat
(TPP) dan berperan dalam reaksi yang menggunakan enzim alpa keto
dekarboksilase, asam alpa keto oksidase, transketolase dan fosfo ketolase.
6. Vitamin B6 terdiri
dari tiga senyawa yaitu piridoksal, piridoksin dan piridoksamin. Kekurangan
vitamin B6 dapat
mengakibatkan dermatitis (penyakit kulit) dan gangguan pada sistem saraf pusat.
Koenzim dari vitamin B6 ialah
piridoksalfosfat dan piridoksaminofosfat.
7. Asam folat dan
derivatnya terdapat banyak dalam alam. Bakteri dalam usus memproduksi asam
fosfat dalam jumlah kecil. Koenzim yang berasal dari vitamin ini ialah asam
tetrahidrofosfat (FH4). Peranan FH4 ialah sebagai pembawa unit senyawa satu
atom karbon yang berguna dalam biosintesis purin, serin dan glisin.
8. Vitamin B12 sebagaimana
diisolasi dari hati adalah sianokobalamina. Fungsi vitamin B12 adalah bekerja pada beberapa reaksi anatara lain
reaksi pemecahan ikatan C-C, ikatan C-O, dan ikatan C-N dengan enzim mutase dan
dehidrase.
9. Asam pantotenat
terdapat dalam alam sebagai komponen dalam molekul koenzim A. vitamin ini
diperlukan oleh tubuh sebagai faktor pertumbuhan. Koenzim A berperan penting
sebagai pembawa gugus asetil, khususnya dalam biosintesis asam lemak.
Di samping koenzim
yang mempunyai hubungan struktural dengan vitamin, ada pula koenzim yang tidak
berhubungan dnegan vitamin, yaitu adenosine trifosfat atau ATP. Koenzim ini
termasuk golongan senyawa berenergi tinggi. ATP berfungsi sebagai koenzim yang
memindahkan gugus fosfat. Bila ATP melepaskan 1 gugus fosfat, maka ATP akan
berubah menjadi adenosine difosfat (ADP) juga energi yang digunakan untuk
reaksi lain. ATP bersama dengan enzim kinase, misalnya heksokinase dan piruvat
kinase berperan dalam metabolisme karbohidrat.
Berikutnya isozim, isozim ini adalah
enzim mengkatalisis reaksi yg sama tetapi punya sifak fisik, kimia, imunologi
yg berbeda, misalnya manusia punya enzim laktat dehidrogenase tetapi habis lalu
dari insect di isomerkan pd tubuh manusia bisa menyebabkan alergi/ proses imunologis.
Enzim yang mempunyai fungsi
diagnostik klinik dibagi menjadi dua yaitu enzim plasma fungsional dan enzim
plasma non fungsional.
a. Enzim plasma fungsional
Tempat kerjanya dalam darah. Contohnya LPL (Lipo Protein
Lipase), cholinesterase, proenzim, hemostasis. Umumnya
disintesis dalam hati; konsentrasi darah, sama atau sudah lebih tinggi dari
jaringan. Ex : lipoprotein lipase, pseudokolin esterase pro Enzim pembekuan dan
pemecahan darah.
b. Enzim plasma non fungsional
Tempat
kerjanya tidak dalam darah. Contohnya: AST = SGOT, ALT = SGPT, amilase, lipase,
γ-Glutamil transpeptidase, laktat dehidrogenase, acid fosfatase, alkali
fosfatase. Kadarnya jauh lebih rendah dari jaringan
sehingga dapat membantu diagnostik dan prognostik klinik yang berharga.
PENINGKATAN
REAKSI KIMIA:
·
Peningkatan suhu
à
energi kinetik meningkat
·
Katalisator:
- energi aktivasi turun
- tdk merubah δG
Kinetika
enzim berguna untuk mengukur kadar enzim, tetapi ini sulit untuk diukur karena
jumlah E yang sangat kecil. Cara mengukurnya dengan membandingkan E yang belom
diketahui dengan E yang sudah diketahui. Konstanta kecepatan reaksi adalah Km.
Jika Km kecil lebih mudah bereaksi, ini disebut dengan afinitas. Oleh karena
itu jika Km kecil afinitasnya besar. Kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
a. pH
Ketika aktivitas enzim diukur pada berbagai nilai
pH, aktivitas enzim optimal dilihat antara pH 5 dan 9. Jadi jangan terlalu asam
dan jangan terlalu basa. pH dapat mempengaruhi aktivitas dengan mengubah
struktur atau dengan mengubah muatan residu fungsional pada pengikatan substrat
atau katalisis. Kalau pH terlalu asam/ katalis akan mengalami perbuahan
konformasi dan mengakibatkan active site berubah-ubah.
b. Suhu
Peningkatan suhu akan meningkatkan kecepatan
reaksi yang dikatalisis enzim. Enzim dari manusia yang mempertahankan suhu
tubuh pada 37oC, umumnya memperlihatkan stabilitas hingga suhu
setinggi 45-55oC. Diatas suhu optimum akan menyababkan denaturasi.
Dibawah suhu optimum, reaksi akan meningkat karena kenaikan energi kinetik
molekul-molekul yang bereaksi. Suhu optimum berubah-ubah tergantung waktu (t1
& t2). Stabilitas enzim terhadap suhu dipengaruhi oleh pH,
kekuatan ionik medium, ada tidaknya ligan.
Kecepatan awal suatu reaksi yang dikatalisis
enzim selalu sebanding dengan konsentrasi enzim. Karena kadar S, E, suhu, dll
hanya dapat diketahui pada awal reaksi.
Pengaruh inhibitor dilihat dari sifat ikatan
dibagi menjadi dua yaitu, inhibitor reversibel dan irreversibel. Inhibitor
reversibel bisa saling lepas, sedangkan inhibitor irreversibel jika mengikat
dengan enzim tidak bisa lepas lagi. Berdasarkan sifat kinetik dibagi menjadi
dua yaitu, inhibitor kompetitif dan inhibitor non kompetitif. Efek inhibitor
kompetitif akan hilang bila substrat ditingkatkan. Efek inhibitor non
kompetitif tidak hilang bila substrat ditingkatkan.
a. Inhibitor
kompetitif
Menghambat kerja enzim dengan
menempati sisi aktif enzim. Inhibitor ini besaing dengan substrat untuk
berikatan dengan sisi aktif enzim. Pengambatan bersifat reversibel (dapat
kembali seperti semula) dan dapat dihilangkan dengan menambah konsentrasi
substrat.
Inhibitor kompetitif misalnya
malonat dan oksalosuksinat, yang bersaing dengan substrat untuk berikatan
dengan enzim suksinat dehidrogenase, yaitu enzim yang bekerja pada substrat
oseli suksinat.
b. Inhibitor
nonkompetitif
Inhibitor ini biasanya berupa
senyawa kimia yang tidak mirip dengan substrat dan berikatan pada sisi selain
sisi aktif enzim. Ikatan ini menyebabkan perubahan bentuk enzim sehingga sisi
aktif enzim tidak sesuai lagi dengan substratnya. Contohnya antibiotik
penisilin menghambat kerja enzim penyusun dinding sel bakteri. Inhibitor ini
bersifat reversible tetapi tidak dapat dihilangkan dengan menambahkan
konsentrasi substrat.
Inhibitor
Reversibel → Kompetitif
↘ Non Kompetitif
Inhibitor Irreversibel→Non Kompetitif
1. Inhibitor Kompetitif
Efek Inhibitor hilang bila [S] ditingkatkan
•
Selalu
Reversibel
•
Hanya dpt
berikatan dg E saja atau S saja, tdk dg ES
•
Ki : Konst.
Disosiasi Kompleks EI
•
INHIBITOR
KOMPETITIF MERUBAH (↑↑) Km TAPI TIDAK MERUBAH HARGA
Vmax
•
Efek
Inhibitor selain tergantung [I] juga tergantung Ki
•
Bila
jumlah [S] diperbesar à
~
•
JADI,
EFEK INHIBITOR DAPAT DIHILANGKAN DENGAN
MENINGKATKAN JUMLAH [S]
2. Inhibitor Non Kompetitif
Efek Inhibitor tidak hilang bila [S]
ditingkatkan
INHIBITOR
NON KOMPETITIF REVERSIBEL
•
Dapat berikatan
dengan E maupun ES
•
Berikatan dengan
E pada tempat berbeda dg S
•
Struktur tidak
mirip S
•
INHIBITOR NON
KOMPETITIF REVERSIBEL TIDAK MERUBAH KM, TAPI MERUBAH/MENURUNKAN Vmax
•
Karena Vmax = K3
[Et], maka Inhibitor Non Kompetitif Reversibel seakan-akan
menurunkan [E] yang aktif.
INHIBITOR NON KOMPETITIF IRREVERSIBEL
•
Merubah
konformasi seluruh enzim (Hg, Ag, Ba), atau merubah konfigurasi “active
site” (derivat fosfofluoridat), sehingga enzim menjadi inaktif.
•
Sulit dibedakan
dengan Inhibitor non Kompetitif Reversibel.
•
Menurunkan harga
Vmax, tetapi tidak merubah harga Km.
Note:
1. Inhibitor kompetitif : Vmax tetap, Km berubah.
2. Inhibitor non kompetitif reversibel : Vmax
berubah/ turun, Km tetap.
3. Inhibitor non kompetitif irreversibel : Vmax
turun, Km tetap.
Enzim Allosterik:
a) Tidak mengikuti kinetika Michaelis-Menten.
b) Umumnya oligometrik (lebih dari 2 sub-unit)
c) Menunjukkan kooperativitas, dapat mengikat
lebih dari 1 molekul S.
d) Memiliki tempat pengikatan allosterik (A/I)
selain tempat pengikatan S.
e) Tidak
semua Enzim Oligomerik adalah Allosterik (laktat dehidrogenase).
f) Beberapa Enzim punya sub-unit
Katalitik dan sub-unit Regulatorik.
g) Enzim Allosterik à
Multi Ligan (S, I, Aktivator dll.)
h) Kooperativitas: pengikatan 1
Substrat mempermudah pengikatan Substrat berikutnya.
·
Enzim Allosterik
punya tempat ikatan dg substrat (active-site) dan tempat ikatan Allosterik.
·
Pengikatan pada
tempat Allosterik à perubahan konformasi tempat ikatan S
(tempat ikatan isosterik) à laju reaksi akan naik/turun
(aktivasi/inhibisi).
·
Pengaruh
tersebut dpt tertuju pd pengikatan S (thd K), pd proses katalisis (thd Vmax)
atau thd keduanya.
·
Allosterik hanya
dpt mengikat senyawa dengan konfigurasi yang cocok (kekhususan sterik).
Laju reaksi enzimatik
Pengendalian:
a.
Pengendalian sintesis/degradasi enzim
b.
Pengendalian aktivitas katalitik enzim
Pengendalian
Sintesis Enzim
Berjalan
secara genetis, pada Prokariota
1.
Represi:
a. typhimurium:
- penambahan His akan menurunkan enzim biosintesis His.
- penambahan Leu akan menurunkan enzim biosintesis Leu.
- represi umpan balik produk.
b. E. coli yg tumbuh pd sumber C selain glukosa
(X) à glukosa à menekan enzim katabolisme X à represi katabolit
2.
Induksi:
- E. coli + laktosa à mula-mula tdk bisa berbiak krn enzim (-). Tapi kmudian
E. coli dpt memproduksi enzim pemecah
laktosa.
- Laktosa = induktor
Enzim = enzim induksibel
(“inducible enzyme”)
Enzim konstitutif à selalu ada dlm setiap keadaan.
Pengendalian
Degradasi Enzim
•
Pada eukariota
•
Enzim adalah protein à dpt dihidrolisis oleh enzim proteolitik
•
Triptofan oksigenase meningkat bila triptofan meningkatà peningkatan jumlah enzim karena degradasi enzim menurun
Aplikasi Enzim:
•
Enzim memiliki aplikasi
industri dan medis yang berharga.
•
Ragi, anggur, adonan asam
roti, pembekuan keju dan pembuatan bir.
•
Kegunaan enzim dalam
medicine diantaranya membunuh mikroorganisme yang menyebabkan penyakit,
meningkatkan penyembuhan luka dan mendiagnosa penyakit tertentu.
Saya
tertarik untuk mengembangkan materi tentang enzim SGOT dan SGPT. Karena dalam
klinisnya di rumah sakit nantinya kita akan banyak menemukan kasus-kasus yang
berkaitan dengan enzim-enzim tersebut. Contohnya saja kasus dengan pasien yang
menderita hepatitis akut nantinya akan diperiksa kadar SGOT/ SGPTnya.
SGOT singkatan dari Serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase, Sebuah enzim yang biasanya hadir dalam dan jantung
sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ketika hati atau jantung rusak.
Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati
(misalnya,dari hepatitis virus ) atau dengan penghinaan terhadap jantung
(misalnya, dari serangan jantung). Beberapa obat juga dapat meningkatkan kadar
SGOT. SGOT juga disebut aspartateaminotransferase (AST).
Sedangkan SGPT adalah singkatan dari
Serum Glutamic Piruvic Transaminase, SGPTatau juga dinamakan ALT (alanin
aminotransferase) merupakan enzim yang banyak ditemukanpada sel hati serta
efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dalam jumlah yang
kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai
tes SGPT/ ALT lebih tinggi daripada SGOT/ AST pada kerusakan parenkim hati
akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya.
SGPT/ALT
serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secarasemi
otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Laki-laki : 0 – 50 U/L
Perempuan : 0 – 35 U/L
Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah
enzim tersebutdalam plasma lebih besar dari kadar normalnya.Kondisi yang
meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
- Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis
viral akut, nekrosis hati (toksisitasobat atau kimia)
- Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear,
hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan
infark miokard (SGOT>SGPT)
- Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan
hati, sirosis Laennec, sirosisbiliaris
Untuk masyarakat
Oleh karena kontrol aktivitas enzim yang
ketat diperlukan untuk menjaga homeostasis, malfungsi (mutasi, kelebihan
produksi, kekurangan produksi ataupun delesi) enzim tunggal yang penting dapat
menyebabkan penyakit genetik.
Pentingnya enzim ditunjukkan oleh fakta bahwa penyakit- penyakit
mematikan dapat disebabkan oleh hanya malfungsi satu enzim dari ribuan enzim
yang ada dalam tubuh kita. Salah
satu contohnya adalah fenilketonuria. Mutasi asam amino tunggal pada enzim fenilalanin
hidrolase yang mengkatalisis langkah pertama degradasi fenilalanin
mengakibatkan penumpukkan fenilalanin dan senyawa terkait. Hal ini dapat
menyebabkan keterbelakangan mental jika ia tidak diobati. Contoh
lainnya adalah mutasi silsilah nutfah ( germline mutation)
pada gen yangmengkode enzim reparasi DNA.
Ia
dapat menyebabkan sindroma penyakit kanker keturunan seperti xeroderma
pigmentosum. Kerusakan pada enzim ini dapat menyebabkan kanker karena kemampuan tubuh memperbaiki mutasi pada
genom menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan akumulasi mutasi dan
mengakibatkan berkembangnya berbagai jenis kanker pada penderita.
Jadi
sebagai seorang dokter nantinya kita harus paham betul mengenai enzim-enzim
beserta peranannya agar nantinya kita bisa memberi edukasi ke masyarakat
tentang pentingnya enzim itu sendiri.
kesimpulan:
Aplikasi enzim di klinis.
Hati
(liver) merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Didalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita yaitu proses penyimpanan
energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol,
dan penetralan racun/ obat yang masuk dalam tubuh kita. Sehingga dapat
dibayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada liver. Kerusakan
sel hati preikterik dapat dideteksi dari peningkatan transaminase plasma.
thank u very much for the information
BalasHapus